watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

IBU MERTUA

Berita tentang rencana acara peringatan tiga
tahun meninggalnya almarhum ayah mertuaku
yang disampaikan Rosyid saudara istriku dari
kampung, tidak terlalu mengejutkan. Karena aku
dan istriku Marni telah memperhitungkan
sebelumnya hingga sudah menyiapkan
anggaran untuk keperluan kegiatan itu guna
membantu ibu mertuaku.
Namun yang membuatku terkejut, sebelum
pulang Rosyid menyeretku dan berbisik
memberitahu bahwa di kampung belakangan
santer beredar isu bahwa ibu mertuaku ada
main dengan Barnas, tukang ojek warga
setempat. "Saya kira Barnas hanya mengincar
duitnya Bude Amah (nama ibu mertuaku
Salamah). Bude kan sudah tua, masa sih Kang
Barnas mau kalau nggak ngincar uangnya," kata
Rosyid, saat aku mengantar dia keluar rumah
dan tidak ada Marni di dekat kami.
Menurut Rosyid, ia menyampaikan itu agar aku
jangan kaget jika mendengarnya. Juga
diharapkan dapat mengingatkan ibu mertuaku.
Karena menurut Rosyid, warga kampung sudah
geregetan dan berniat menggerebeknya kalau
sampai ketahuan. "Terima kasih informasinya
Sid. Saya akan mencoba mengingatkan ibu kalau
ada saat yang tepat. Saya nanti pulang sendiri ke
kampung karena kehamilan Marni sudah hampir
memasuki bulan ke sembilan," ujarku sebelum
Rosyid pergi dengan sepeda motornya.
Kabar perselingkuhan ibu mertuaku dengan
tukang ojek itulah yang membuatku banyak
termenung dalam bus yang membawaku dari
Jakarta menuju ke desa di sebuah kabupaten di
Jawa Tengah. Seperti halnya Rosyid, aku juga
tidak habis pikir kenapa ibu mertuaku sampai
terlibat selingkuh dengan Barnas.
Sebagai bekas istri Sekdes dan tergolong orang
berada di kampungnya, ibu mertuaku termasuk
pandai merawat diri di samping tergolong
lumayan cantik. Maka meskipun usianya telah 52
tahun, masih nampak sisa-sisa kecantikannya.
Wanita berkulit bersih itu juga bisa dibilang
masih menyimpan pesona untuk
membangkitkan hasrat lelaki. Jadi tidak benar
anggapan Rosyid bahwa ibu mertuaku tidak
menarik lagi bagi laki-laki. Bagian pantat dan
busungan buah dadanya memang masih
menantang. Aku tahu itu karena ibu mertuaku
sering hanya mengenakan kutang dan menutup
tubuhnya dengan balutan kain panjang saat di
dalam rumah.
Bagian dari tubuh ibu mertuaku yang sudah
kurang menarik hanya pada bagian perutnya.
Seperti kebanyakan wanita seusia dia, perutnya
sudah tidak rata. Juga lipatan yang sudah mulai
muncul di bagian leher dan kelopak matanya.
Namun untuk bagian tubuh yang lainnya,
sungguh masih mampu membuat jakunku
turun naik. Kakinya yang panjang, betisnya
masih membentuk bulir padi dengan paha yang
mulus dan membulat kekar. Dadanya juga
sangat montok. Entah kalau soal masih kenyal
dan tidaknya. Aku sendiri suka ngiler karena tetek
istriku tak sebesar punya ibunya itu di samping
kulit istriku tak secerah kulit ibunya.
Pernah ketika ibu berkunjung dan menginap
beberapa lama di rumahku, aku nyaris gelap
mata. Saat itu Marni istriku baru melahirkan anak
pertamanya. Ibu sengaja datang dan tinggal
cukup lama untuk menggantikan peran Marni
mengurus dapur.
Saat tinggal di rumahku, kebiasaan ibu mertuaku
di desa yang hanya mengenakan kutang dan
membalut tubuh bagian bawah dengan kain
panjang saat di rumah, tetap dilakukannya.
Alasannya, Jakarta sangat panas hingga ia
merasa lebih nyaman berbusana ala Tarzan
seperti itu.
Sebenarnya tidak ada masalah, karena ibu
mertuaku hanya berpakaian seperti itu saat ada
di dalam rumah. Namun khusus bagiku saat itu
jadi terasa menyiksa. Betapa tidak, sementara
harus berpuasa syahwat karena istri yang tidak
bisa melayani selama 40 hari setelah melahirkan
sementara setiap saat aku seolah disodori
pemandangan menggiurkan penampilan ibu
mertuaku.
Apalgi ibu mertuaku tanpa merasa risi sering
berpakaian setengah telanjang memperlihatkan
bagian-bagian tubuhnya yang masih
merangsang di hadapanku. Bahkan kutang yang
dipakainya kerap tampak kekecilan hingga
susunya yang besar tidak bisa muat sepenuhnya
terbungkus kutang yang dipakainya. Aku jadi
tersiksa, terpanggang oleh nafsu yang tak
tersalurkan.
Aku bahkan pernah gelap mata dan nyaris
nekad. Malam itu, saat hendak buang air kecil ke
kamar mandi, aku sempat berpapasan dengan
ibu mertuaku yang juga baru dari kamar mandi.
Namun yang membuat mataku melotot, ia
keluar dari kamar mandi nyaris bugil. Hanya
mengenakan BH, sementara kain panjang yang
biasa dipakainya belum dilitkan di tubuhnya.
Mungkin ia mengira semua orang sudah tidur.
Bahkan dengan santainya, sambil jalan
digunakannya kain panjang itu untuk mengelap
bagian bawah tubuhnya yang basah. Terutama
di selangkangannya untuk mengelap memeknya
yang baru tersiram air. "Ee..ee.. kamu belum
tidur Win?," katanya tergagap ketika menyadari
kehadiranku.
"Be.. be.. belum Bu. Saya mau ke kamar mandi
dulu," ujarku sambil memelototi tubuh
telanjangnya itu.
Ia jadi tersipu ketika merasa sorot mata
menantunya terarah ke selangkangannya. Ia
berusaha dengan susah-payah melilitkan kain
panjangnya untuk menutupi bagian tubuhnya
itu. Lalu bergegas menuju ke kamarnya. Namun
sebelum masuk ke kamar ia sempat berpaling
dan melempar senyum padaku. Senyum yang
sangat sulit kuartikan.
Jadilah malam itu menjadi malam yang sangat
menyiksa. Sebab kendati sepintas aku sempat
melihat kemulusan pahanya serta memeknya
yang berjembut lebat serta pinggul dan
pantatnya yang besar. Akibatnya kejantananku
yang sudah hampir setengah bulan tak
mendapatkan penyaluran langsung berdiri
mengacung dan tak mau ditidurkan.
Kalau tidak menimbang bahwa dia adalah ibu
dari wanita yang kini menjadi istriku dan nenek
dari anakku, rasanya aku nyaris nekad mengetuk
pintu kamarnya. Sebab dari senyumnya
sepertinya ia memberi peluang. Dan aku sangat
yakin di usianya yang telah 52 tahun ia masih
memiliki hasrat untuk disentuh laki-laki.
Untuk meredakan ketegangan yang sudah naik
ke ubun-ubun, malam itu aku menyalurkan
sendiri hasrat seksualku dengan beronani. Aku
mengocok di kamar mandi sambil
membayangkan nikmatnya meremasi tetek
besar ibu mertuaku serta menancapkan kontolku
ke lubang memeknya yang berbulu sangat lebat.
Cerita soal ibu mertuaku yang terlibat
perselingkuhan dengan tukang ojek, ternyata
bukan isapan jempol. Itu kutahu setelah sampai
di kampungku. Aku mendapatkan kepastian itu
dari Ridwan, temanku yang menjadi guru di
salah satu SD di kampungku. Aku memang
sempat mampir ke rumahnya sebelum ke
rumah ibu mertuaku.
"Kalau mungkin setelah acara peringatan
almarhum ayah mertuamu, sebaiknya Bu Amah
kamu ajak saja ke Jakarta Win. Jadi tidak menjadi
aib keluarga. Soalnya orang-orang sudah mulai
menggunjingkan," kata dia saat aku berpamitan.
Kuakui saran Ridwan memang sangat tepat.
Tetapi kalau ibu mertuaku menolak, rasanya sulit
juga untuk memaksanya. Untuk berterus terang
bahwa sudah banyak warga kampung yang
tahu bahwa ibu mertuaku berselingkuh dengan
Barnas dan warga berniat menggerebeknya, ah
rasanya sangat tidak pantas mengingat
kedudukanku sebagai menantu.
Setelah berpikir keras dalam perjalanan ke rumah
ibu mertuaku, kutemukan sebuah solusi. Bahkan
ketika aku mulai memikirkan langkah-langkah
yang akan kulakukan, tak terasa batang penisku
jadi menegang. Hingga aku segera bergegas
agar segera sampai ke rumah dan tidak
kemalaman. Aku takut ibu mertuaku sudah tidur
dan tidak bisa menjalankan siasatku.
Ternyata ibu mertuaku belum tidur dan ia sendiri
yang membukakan saat aku mengetuk pintu.
Seperti biasa setelah kucium tangannya, ibu
langsung memelukku. Namun berbeda dari
biasanya, pelukan ibu mertuaku yang biasanya
kusambut biasa-biasa saja tanpa perasaan kali ini
sangat kunikmati. Bahkan kudekap erat hingga
tubuhnya benar-benar merapat ke tubuhku.
Seperti biasa ia hanya memakai kutang dan
melilitkan kain panjang di pinggangnya. Saat
kupeluk buah dadanya terasa menekan lembut
ke dadaku. Teteknya yang besar masih lumayan
kenyal, begitu aku membathin sambil tetap
memeluknya.
Bahkan dengan sengaja aku sempat mengusap-
usap punggungnya dan mukaku sengaja
kudekatkan hingga pipiku dan pipinya saling
menempel. Tidak hanya itu, aku yang memang
punya rencana tersendiri, sengaja mencoba
memancing reaksinya. Puas merabai kehalusan
kulit punggungnya, tanganku meliar turun. Ke
pinggangnya dan terus ke bokongnya yang
terbalut lilitan kain panjang.
Tampaknya ibu mertuaku tidak memakai celana
dalam. Karena tidak kurasakan adanya pakaian
dalam yang dikenakan. Namun yang
membuatku makin terangsang, pantat besar ibu
mertuaku ternyata masih cukup liat dan padat.
Ah, pantas saja Barnas mau menjadi pasangan
selingkuhnya. Rupanya Barnas punya selera
yang bagus juga pada tubuh perempuan, pikirku
kembali membathin.
Entah tidak menyadari atau menikmati yang
tengah kulakukan, ibu mertuaku tidak
memprotes saat tanganku mulai meremasi
bongkahan pantatnya. Namun setelah beberapa
lama akhirnya ia bereaksi. "Uu... udah Win
nggak enak kalau ketahuan si mbok. Ia belum
tidur, masih bersih-bersih di dapur," ujarnya.
"I.ii.. iya Bu. Maaf saya kangen banget sama ibu,"
"Marni dan Rafi nggak ikut Win?," kata ibu
mertuaku.
Kukatakan padanya kehamilan Marni sudah
masuk ke hitungan sembilan bulan dan Rafi
sering rewel kalau berpergian jauh tanpa ibunya
jadi mereka tidak ikut pulang. "Ohh... ya nggak
apa-apa. Manto (adik istriku) juga katanya tidak
bisa datang. Dia cuma kirim wesel," ujarnya lagi.
Oleh ibu aku diantar ke kamar yang biasa
kupakai bersama Marni saat pulang kampung.
Namun saat ia menyuruhku mandi, kukatakan
bahwa tubuhku agak meriang. "Oh.. biar si
mbok ibu suruh merebus air untuk kamu mandi
biar seger. Sudah kamu tiduran saja dulu. Kalau
mau nanti ibu pijitin dan dibalur dengan minyak
dan bawang merah ditambah balsem gosok
setelah mandi biar hilang masuk anginnya,"
katanya sambil bergegas keluar dari kamar.
Saat ia melangkah pergi, kupandangi goyangan
pantat besarnya yang tercetak oleh lilitan kain
panjang yang dipakainya. Pantat yang masih
padat dan liat. Perutnya memang mulai sedikit
membuncit. Maklum karena usianya sudah tidak
muda lagi. Namun dengan posturnya yang
tinggi besar kekurangannya di bagian perut itu
dapat tertutupi. Melihatnya gairahku makin tak
tertahan.
Usai mandi dan makan malam, aku pamit pada
ibu mertuaku untuk masuk kamar. Tetapi sambil
jalan aku kembali berpura-pura seperti orang
yang tengah tidak enak badan. Maksudku untuk
mengingatkan ibu mertuaku perihal tawarannya
untuk memijiti tubuhku. Dan benar saja, melihat
aku memegangi kepalaku yang sebenarnya tidak
pusing dia langsung tanggap.
"Oh ya mbok, tolong ambilkan minyak goreng,
bawang merah dan balsem untuk memijit Nak
Win. Sesudah itu si mbok tidur saja istirahat
karena besok harus siap-siap masak," perintah
ibu mertuaku pada Mbok Dar, pembantu yang
sudah lama ikut keluarga istriku.
Tidak lebih dari lima menit, ibu mertua
menyusulku masuk kamar membawa piring
kecil berisi minyak goreng, irisan bawang merah
dan uang logam serta balsem gosok. "Katanya
mau dipijit. Ayo buka kaos dan sarungnya. Kalau
dibiarkan bisa tambah parah masuk anginnya,"
ujarnya setelah duduk di tepian ranjang tempat
aku tiduran.
Saat itu aku hanya memakai celana dalam tipis di
balik sarung yang kupakai. Maka setelah sarung
dan kaos kulepas, seperti halnya ibu mertuaku
yang hanya memakai kutang dan membalut
tubuh dengan kain panjang, tinggal celana dalam
tipis yang masih melekat di tubuhku.
Sepintas kulihat mata ibu mertuaku menatapi
tonjolan yang tercetak di celana dalamku. Sejak
memeluk dan meremas pantat ibu mertuaku
serta merasakan busungan buah dadanya
menempel di dadaku, penisku memang mulai
bangkit. Kuyakin batang kontolku itulah yang
tengah menjadi perhatiannya. Boleh jadi ia
mengagumi batang kontolku yang memang
ukurannya tergolong panjang dan kekar. Atau
tengah membandingkan dengan milik Barnas?
Kembali aku membatin.
Ia memang tidak menatapi secara langsung ke
selangknganku. Tetapi sambil mencampurkan
bawang merah, minyak dan balsem di piring
untuk dibalurkan di tubuhku sebelum dipijat,
sesekali ia mencuri pandang. Aku makin yakin
bahwa gairahnya dalam urusan ranjang
memang masih belum padam. Dan karena
lirikan mata ibu yang sering tertuju ke
selangkanganku itulah aku menjadi makin berani
melaksanakan siasat yang telah kurencanakan.
"Bu sebenarnya saya nggak meriang. Saya
hanya ingin ngoborol berdua dengan ibu karena
kangen dan ada yang ingin disampaikan," ujarku
akhirnya.
Ibu mertuaku tampak kaget. Ia yang tadinya
hendak membalurkan campuran balsem,
minyak kelapa dan bawang merah ke dadaku
diurungkannya dan menatapku penuh tanda
tanya. Bahkan terlihat makin panik ketika
kukatakan bahwa yang ingin kuketahui adalah
soal hubungannya dengan Barnas, pria yang
berprofesi sebagai pengojek termasuk soal
kegeraman masyarakat yang ingin menangkap
basah ibu dan selingkuhannya itu.
Takut piring kecil berisi ramuan untuk urut yang
dipegangnya tumpah karena kekagetannya,
segera kuambil alih. Sambil bangkit dari tidur,
kuugenggam tangan ibu mertuaku setelah
piringnya kutaruh di meja kecil dekat tempat
tidur. "Ibu ceritakan saja sejujurnya pada saya
biar nanti kalau sampai Marni tahu saya bisa
membantu menjelaskan dan memberinya
pengertian," kataku.
"Jangan Win, tolong jangan. Jangan sampai
Mirna tahu soal ini. Dia belum tahu kan?" Ibu
mertuaku menghiba. Ia tampak makin panik.
"Belum Bu. Hanya saya yang tahu dari orang-
orang. Makanya ibu ceritakan saja semuanya.
Ibu benar-benar serius hubungannya dengan
Barnas?"
Setelah kudesak dan kuyakinkan bahwa aku tidak
akan menceritakannya pada Marni, ia akhirnya
bercerita. Menurutnya, ia sampai berhubungan
dengan Barnas karena iseng dan kesepian.
Setelah mencobanya sekali, menurut pengakuan
ibu mertuaku, sebenarnya ia tidak berniat
mengulangnya lagi. Takut menjadi gunjingan
masyarakat.
Tetapi di setiap kesempatan Barnas sering datang
dan mendesak. Bahkan mengancam akan
menceritakan kepada orang-orang bila ibu
mertuaku tidak melayaninya. Hingga sudah tiga
kali terpaksa ibu mertuaku melayani Barnas.
"Setelah bapaknya Marni tidak ada ibu sering
kesepian Win. Sampai akhirnya ibu khilaf,"
ujarnya.
"Kalau dengan Pak Lurah, hubungannya sejauh
mana Bu,"
Aku mempertanyakan itu karena selain dengan
Barnas ada pula kabar miring yang kudengar
dari teman di kampung, Pak Lurah juga sering
bertandang ke rumah ibu mertuaku. Namun
kabar miring itu ditepisnya tegas-tegas oleh ibu
mertuaku.
Ia mengakui beberapa kali Pak Lurah datang ke
rumah. Bahkan pernah mengajaknya untuk
menikah siri atau menikah tidak resmi. Tetapi
menurut ibu mertuaku, ia dengan tegas telah
menolaknya hingga akhirnya tidak pernah
datang lagi.
"Ibu memang cantik dan sexy sih. Saya saja
suka nggak tahan kalau melihat ibu," kataku
mencoba memancing.
"Huussh.. ngomong apa kamu Win. Ibu kan
sudah tua,"
"Eeh bener lho Bu. Ingat nggak waktu saya
memergoki ibu malam-malam keluar dari kamar
mandi dan sempat melihat i.. itunya Ibu?"
Kuceritakan pada ibu mertuaku bahwa saat itu
aku benar-benar sangat terangsang. Bahkan
nyaris nekad menyusul ibu ke kamar. Namun
karena takut ibu menolak, akhirnya kuurungan.
Hanya di kamar, sampai pagi aku tidak bisa tidur
karena hasrat yang tak terlampiaskan.
Ibu tersenyum mendengar ceritaku.
Menurutnya, saat itu ia memiliki perasaan serupa
karena gairahnya juga lagi tinggi. "Kalau saat itu
kamu nekad masuk kemar pasti kejadian deh,"
ungkapnya.
Pengakuannya itu mendorongku bertindak
nekad. Kulingkarkan tanganku ke pundaknya dan
kukecup lembut pipi ibu mertuaku. Ia agak kaget
dengan tindakan nekadku itu namun tidak
berusaha menolak. "Kalau begitu sekarang saja
ya Bu. Saya pengin banget,' kataku berbisik di
telinganya.
"Ta.. ta.. tapi Win,"
Tetapi ibu mertuaku tidak bisa melanjutkan kata-
katanya karena mulutnya langsung kusumbat
dan kulumat dengan mulutku. Ia sempat
gelagapan. Namun ia yang awalnya hanya diam
atas serangan mendadak yang kulancarkan,
akhirnya memberi perlawanan saat lidahku mulai
kujulurkan menyapu di seputar rongga
mulutnya. Ia juga ikut melumat dan menghisap
bibirku.
Sambil terus melumat bibirnya, aku makin
berani untuk bertindak lebih jauh. Kuremas
teteknya yang masih terbungkus BH warna
hitam. Namun karena kurang puas, tanganku
merogoh untuk meremas langsung gunung
kembarnya. Payudaranya ternyata sudah agak
kendur. Hanya ukurannya benar-benar mantap.
Bahkan lebih besar dibanding susu Marni meski
dia sedang mengandung.
Putingnya juga besar dan menonjol. Aku jadi
makin gemas untuk terus meremas dan
memain-mainkan pentil-pentilnya. Ibu mertuaku
menggelinjang dan mendesah. Bahkan tanpa
kuminta dilepaskannya pengait pada BH yang
dipakainya hingga penutup buah dadanya
terlepas. Aku jadi makin leluasa untuk terus
meremasi teteknya.
"Tetek ibu udah kendor ya Win?" kata ibu
mertuaku lirih.
"Ah nggak. Tetek ibu besar dan mantep. Saya
sangat suka tetek ibu. Ngegemesin banget,"
"Punya Marni juga besar kan?"
"Tapi masih kalah besar di banding punya ibu
ini," kataku sambil meremas gemas dan
membuat ibu mertuaku memekik tertahan.
Mertuaku yang semula pasif menyandar ke
tubuhku sambil menikmati belaian dan remasan
tanganku di teteknya, kian terbangkitkan
hasratnya. Tangannya mulai menjalar dan
menyentuh kontolku. Mengelus dan meraba
meski masih dari luar celana dalam yang
kupakai. Mungkin ia sudah kebelet ingin
menggenggam dan melihat penisku.
Aku membantunya dengan memelorotkan
celana dalamku. Benar saja, setelah terlepas ibu
mertuaku langsung meraih batang zakarku.
Mengelus kepala penisnya yang membonggol
dan mengocok-ngocoknya perlahan batangnya.
Tampaknya dia benar-benar ahli untuk urusan
memanjakan pria. Bahkan biji-biji pelir kontolku
diusap-usapnya perlahan.
Sambil menikmati kocokannya, kulepas lilitan
kain panjang yang membungkus tubuh ibu
mertuaku. Tidak terlalu sulit karena ia hanya
melilitkan dan menggulungkannya di atas
pusarnya. Sekali tarik langsung terlepas.
Dugaanku tidak keliru. Ia tidak memakai celana
dalam di balik kain panjang yang dipakainya.
Wow memeknya terlihat sangat membukit di
antara kedua pangkal pahanya. Aku yang sudah
dua bulan puasa karena perut Marni yang makin
membesar akibat kehamilannya menjadi tidak
sabar untuk segera menyentuhnya. KUbaringkan
tubuh ibu mertuaku lalu aku mengambil posisi
berbaring dengan arah berlawanan. Maksudnya
agar aku bisa leluasa menjangkau memeknya
dan ibu tetap bisa bermain-main dengan
kontolku.
Bukan cuma tetek Marni yang kalah besar
dengan milik ibunya. Dari segi ukuran dan
ketebalannya, memek mertuaku juga lebih
unggul. Mantap dan menawarkan kehangatan
yang menantang untuk direguk. Aku langsung
mengecup dan mencerucupi inchi demi inchi
organ vital milik ibu mertuaku. Menjilatinya mulai
lipatan bagian dalam pahanya hingga ke bagian
yang membukit dan ke celahnya yang hangat
dan sudah mulai basah.
Ibu tak mau kalah. Kurasakan biji-biji pelirku
dijilati dan dicerucupi serta dikulumnya. Tubuhku
mengejang menahan kenikmatan yang tengah
diberikan ibu mertuaku. Meski harus setengah
dipaksa, Marni memang sering mengulum
penisku sebelum bersetubuh. Namun yang
dilakukan ibu mertuaku dengan mulutnya pada
penisku sangat menggetarkan.
Kalau terlalu lama pertahananku bisa jebol dan
KO sebelum dapat memberi kepuasan kepada
ibu mertuaku. Aku tidak mau ibu mertuaku
menyangsikan kejantananku. Apalagi di
perselingkuhan pertama kami. Untuk
mengimbangi permainannya, lidahku
kubenamkan dalam-dalam di lubang memeknya
dan mulai mencongkel-congkel itilnya. Tubuh
ibu mertuaku tergetar ketika ujung kelentitnya
kukulum dan kuhisap-hisap dengan mulutku.
Kudengar ia mulai mengerang tertahan.
Ia membuka lebar-lebar pahanya dan
menghentikan jilatan serta kulumannya pada
kontolku. Rupanya ibu mulai menikmati
permainan mulutku di liang sanggamanya.
Itilnya makin menyembul keluar akibat pososi
pahanya yang makin mengangkang. Makin
kuintensifkan fokus permainanku pada
kelentitnya. Kukecupi, kuhisap dan kutarik-tarik
itilnya dengan bibirku.
"Aakkhhhh.... ssshh aahhhkkkhh enak bangat
Win. Kamu apakan itil ibu Win. Aakkkhh...
aakhhhh... aaaaaahhhhh,"
Rintihan dan erangan ibu makin menjadi. Bahkan
sesekali terlontar kata-kata jorok dari mulutnya.
Bisa-bisa Mbok Darmi, pembantu ibu mertuaku
yang tidur di belakang mendengar dan menaruh
curiga. Maka langsung kutindih tubuh ibu dan
kusumbat mulutnya dengan mulutku. Lalu
dengan tanganku, kuarahkan kontolku ke liang
sanggamanya. Kugesek-gesekkan kepalanya di
bibir luar memeknya dan kemudian kutekan.
Akhirnya, ... ssleseeep.. bleeessss!
Tubuh ibu mertuaku menggerinjal saat batang
penisku menerobos masuk di lubang
memeknya. Ia memekik tertahan dan dicubitnya
pantatku. "Ih.. jangan kenceng-kenceng
nusuknya. Kontol kamu kegedean tahu...," kata
ibu mertuaku tapi tidak dalam nada marah.
Seneng juga dipuji ibu bahwa ukuran penisku
cukup gede. "Sama punya Barnas gede mana
Bu?"
Ibu rupanya kurang suka nama itu disebut. Ia
agak merengut. "Membayangkan ibu disetubuhi
Barnas saya cemburu Bu. Makanya saya pengin
tahu," ujarku berbisik di telinganya.
"Ibu tidak akan mengulang lagi Win. Ibu janji.
Punya dia kalah jauh dibanding kontolmu.
Memek ibu kayak nggak muat dimasuki
kontolmu. Ah.. marem banget," jawabnya
melegakan.
Kembali ibu mendesah dan merintih ketika mulai
kukocok lubang nikmatnya dengan penisku.
Awalnya terdengar lirih. Namun semakin lama,
saat ayunan dan hunjaman kontolku makin laju,
kembali ia menjadi tak terkendali. Ia bukan hanya
merintih tetapi mengerang-erang. Kata-kata
joroknya juga ikut berhamburan.
"Ah..sshh...aaahh terus Win.. ya.. ya terus
coblos memek ibu. Ah..aaahhh... sshhh enak
banget kontolmu Win. Gede dan mantep
banget....
aahhhh ....aaaooooohhhh.....ssshhhh,"
Celoteh dan erangannya membuatku makin
bernafsu. Apalagi ketika ibu mulai mengimbangi
dengan goyangan pinggulnya dan membuat
batang kontolku serasa diremas-remas di lubang
memeknya. Ternyata memeknya masih sangat
legit meski terasa sudah longgar dan kendur.
Erangan ibu makin keras dan tak terkendali, tapi
aku tak peduli.
"Memek ibu juga enak banget. Saya suka
ngentot sama ibu. Sshhh.... aaahh.. yaa terus
goyang bu... aahh.. ya. ya buu....aahsshhh,"
Berkali-kali hunjaman kontolku kusentakkan di
lubang memek ibu mertuaku. Ia jadi membeliak-
beliak dan suara erangannya makin kencang.
Goyangan pinggulnya juga terus berusaha
mengimbangi kocokan kontolku di liang
sanggamanya. Benar-benar nikmat dan pandai
mengimbangi lawan mainnya.
Bahkan, ini kelebihan lain yang tidak kutemukan
pada diri Marni, memek ibu yang tadinya terasa
longgar otot-otot yang ada di dalamnya kini
seakan hidup. Ikut bergerak dan menghisap. Ini
mungkin yang dinamakan memek empot ayam.
Aku jadi ikut kesetanan. Sambil terus menyodok-
nyodokkan kontolku di lubang vaginanya, pentil
tetek kuhisap sekuatnya.
Ibu mengerang sejadi-jadinya. Saat itulah kedua
kakinya melingkar ke pinggangku, membelit dan
menekannya kuat-kuat. Rupanya ia hendak
mendapatkan puncak kenikmatannya. Makanya
kusumbat mulut ibu dengan mulutku. Lidahnya
kukulum dan kuhisap-hisap. Akhirnya, setelah
kontolku serasa diperah cukup kencang,
pertanahanku ikut jebol. Air maniku
menyemprot cukup banyak di liang
sanggamanya bercampur dengan cairan
vaginanya yang juga membanjir. Tubuhku
ambruk dan terkapar di sisi wanita yang selama
ini kuhormati sebagai ibu mertua.
Entah berapa lama aku tertidur. Namun saat
bangun, ibu mertuaku sudah tidak ada di
ranjang tempat tidurku. Rupanya ia sedang
berada di daput membuatkan teh panas untukku
setelah membersihkan diri di kamar mandi.
Seulas senyum memancar di wajahnya saat
kami saling tatap sebelum aku masuk ke kamar
mandi untuk membersihkan diri.


Adult | GO HOME | Exit
1/14799
U-ON

inc Powered by Xtgem.com